Senin, 02 Mei 2011

Minggu kemarin saya dan teman-teman saya travelling ke Palembang. Entah kenapa, saya sempat mellow dramatic sebelum pulang. Kenapa? Karena ternyata saya begitu suka dengan suasana kota itu dan teman-teman saya yang ada di kota itu. Sepertinya hidup saya selama beberapa hari di Palembang kemarin sungguh sangat menyenangkan.
Jadi ceritanya, malam ini saya dan teman saya chat di ym. Kami sempat ngobrol mengenai fenomena mellow dramatic saya dan mendadak kami melakukan analisis mengenai hal itu. Akhirnya setelah berbagai teori diungkapkan (halah!), kami pun mencapai suatu kesimpulan. Di kota besar, contohnya: Jakarta, Surabaya, atau kota-kota besar lainnya yang ada di Indonesia, ketika kita bangun pagi, maka yang terpikir adalah hal-hal sebagai berikut:
1. Jam berapa sekarang? Telat nggak ya?
2. Kira-kira lewat jalan mana yang nggak macet ya?
3. Gimana cara mempertahankan IPK-ku semester ini ya? (sambil melirik transkrip)
4. Kemarin tugas-tugas belum sempat selesai nih. Duh, buruan bangun biar sempat ngedit deh!
5. Hari ini ada rapat jam segini, terus mau survei ini di situ....blablabla. (sambil baca organizer)
6. Nanti sempat makan siang nggak ya? Makan siangnya jam berapa nih?
7. Mati aku! Kok bahasa inggrisku makin acak adut ya? (kedip-kedip dan melebarkan kuping mendengarkan BBC)
8. Kapan aku punya waktu buat les perancis/ mandarin/ jepang ya? (apapun lah yg penting konsepnya second language)
9. ................................
Hmm. Apakah teman-teman merasa familiar dengan hal-hal di atas? Daftar pertanyaan boleh ditambah dengan hal-hal lain yang terpikir di benak teman-teman lho. Nah hebatnya nih, orang-orang yang hidup di kota kecil, contohnya: Malang, Gresik, Madura atau di kota lain yang lebih kecil dari Surabaya (saya ambil contoh kota-kota di jawa Timur karena saya tinggal disini...hihihi) berpikiran lain lho, seperti ini contohnya:
1. Wah, bangun kepagian nih! Tidur lagi aahhh!
2. Siang ini makan dimana ya? Enaknya makan malam apa?
3. Duit berlebihan ini mau dipakai buat apa ya? Investasi atau modal usaha?
4. Duh, IPK-ku semester ini bagus banget!
(sambil melirik transkrip)
5. Pas lagi bengong, terus berakhir dengan menyalakan televisi dan menyetel gosip pagi
6. Nggak melakukan semua hal di atas karena keburu bobo lagi

Anjrit!!! Saya dan teman saya pun ketawa. Seekstrim itu perbedaannya. Hidup di kota kecil itu enak lho! Makan murah, bensin hemat, dan teman-teman super ramah. Pokoknya, feels like heaven lah! Hahahaha. Sementara yang namanya hidup di kota besar itu persaingan tinggi, semua serba cepat, bawaannya unsecure melulu tiap hari, dan rentan stres. Pokoknya ribet deh!
Saya punya teori 80-100 sih. Kalau di kota kecil, nilai 80 itu sudah top score. Akhirnya meskipun kita sampai nilai 100, dapat nilai 75 saja sudah bangga plus dipuja-puja. Eh, kalo di kota besar lain lagi. Toleh kiri 81, toleh kanan 81,25, toleh belakang 81,5. Pokoknya ketat abis dan top scorenya tetap 100, bahkan kalau bisa 100 atau 1000! Jadi, tiap hari yang dipikir ya itu tadi. How to make myself better today or how to improve myself! Yah, baik saya maupun teman saya pernah merasakan keduanya. Hehehehe.
Duh, hidup di kota kecil saja seperti ini! Gimana kabar Jakarta ya? Mendadak saya merasa takut kalo nanti saya jadi tinggal disana :(. Eh, gimana kehidupan di kota teman-teman? Teman-teman lebih memilih hidup di kota besar atau kota kecil nih? ;)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar